Langsung ke konten utama

Mana Dulu, Ilmu atau Adab?

Mana lebih utama, ilmu atau adab? Hampir semua ulama bersepakat menjawab: adab lebih utama. Berkata Syekh Abdul Qadir Al Jailani: ‘Aku lebih menghargai orang yang beradab, daripada orang yang berilmu. Jika hanya berilmu, iblis pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia”. Imam Syafii bercerita: ‘Aku sangat berhati-hati membuka lembaran kitab di hadapan guruku (Imam Malik pengarang kitab muwattha‘) khawatir bunyi kitabku terdengar oleh beliau dan mengganggunya’. Imam Rabi’ murid Imam Syafii bercerita juga: Aku tidak punya kekuatan mengangkat wadah air ketika aku haus, jika guruku (Imam Syafii) melihatku. Dalam sebuah majelis, Imam Malik ditanya santrinya; apakah menyelai jari tangan dan kaki saat berwudhu adalah sunah? Imam Malik menjawab pendek: tidak. Sementara Al Atha’ salah seorang muridnya telah mendengar hadis bahwa menyela jari tangan dan jari kaki adalah sunah. Tapi al Atha’, murid Imam Malik, tidak memilih mendebat gurunya. Tapi menunggu sepi hingga semua temannya pulang untuk menyampaikan kepada Imam Malik gurunya tentang menyelai jari saat berwudhu adalah sunah. *** Al Atha tidak menyelisihi gurunya dan tidak menyampaikan di depan publik meski telah memiliki hujjah yang lebih sahih. Al Atha’ mendahulukan adab. Hudratus Syaikh Hasyim Asya’ari menulis dalam kitab adabul alim wal mu ta’alim; “I’lam anna dzilaka li ustadzika id-zuka. Wa tawadhu’ akaluhu rif ‘atuka. Wa khidmataka lahu wa barakatun-laka. Mengertilah bahwa: Andhap asharmu kerendah-hatian-mu kepada gurumu di situlah letak kemuliaanmu. Khidmatmu kepada Kyai-mu di situlah letak keberkahanmu. Kebanggaanmu kepada dosenmu di situlah letak keluhuranmu. Ini bukan feodal tapi adab. Ini bukan sikap otorotatif tapi kesantunan. Para murid berdiri saat guru datang dan tidak duduk sebelum gurunya duduk ini bukan sikap deskriminatif, tapi kerendahan hati dan tawadhu. Lantas apa yang kita ajarkan sekarang?
Orang berlmu tuna moral jauh lebih bahaya. Bedakan perilaku dan adab Ken Arok yang membunuh Mpu Gandring gurunya, karena keris setengah jadi tak sesuai pesanan. Dengan al Atha murid Imam Malik terhadap gurunya. Imam Malik bin Anas lahir tahun 711 Masehi atau tepatnya tahun 93 Hijriah. Sementara Mpu Gandring berada di kisaran Ken Arok yang lahir tahun 1182 Masehi menurut catatan dalam pararaton. Bisa dibandingkan perbedaan keduanya dalam kurun 500 tahun yang jauh berbeda. Di tahun itu Imam Malik bin Anas sudah membukukan kodifikasi hadis, kitab sunan, men-syarah hadis, mendalami kalam, fikih, tafsir, dan sastra yang hingga hari, ini masih menjadi referensi para mahasiswa menyusun tesis ataupun desertasi. *** Bukan ilmu yang pertama kali dibanggakan. Para ulama terdahulu belajar adab. Rendah hati dan tawadhu untuk menerima pengajaran dari gurunya. Inilah kewajiban para murid sebelum belajar ilmu. Tak ada ruang bagi yang sombong. Iblis di usir dari surga juga karena sombongnya. Betapa mengerikan bila ilmu ditangan para tuna moral dan tuna adab.. Imam Ahmad berkata: ‘Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu. Imam Mubarak berkata: ‘Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.” Guru para Failasuf, Socrates dengan rendah hati berkata: ‘aku tidak tahu apa-apa’. Berbanding terbalik dengan para Sofis yang merasa tahu semuanya. Failasuf adalah guru. Penggembala atau pencerah. Dia membimbing ke jalan benar dan jalan baik. Bukan pencela dan pengkritik yang membuat onar. Buya HAMKA tiba-tiba ber-qunut subuh karena makmumnya adalah Kyai Idham Chalid. Mereka semua kerap berbeda tapi tetap santun dan tawadhu. Kedalaman ilmu agama membuat keduanya arif dan bijak menyikapi setiap perbedaan.
Al Iyyadh salah seorang penganjur salaf berkata: ‘dahulukan adab bila terjadi perbedaan tentang masalah furu’. Para alim lebih mengedepankan akhlak ketimbang berdebat tentang perbedaan dan ikhtilaf penyebab perpecahan.
Salah satu adab yang diajarkan dalam Islam adalah adab menuntut ilmu. Ya, adab dalam menuntut ilmu sangat diperlukan. Bahkan Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada orang Quraisy,


تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم



“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”


Maka dari itu, sangat penting untuk mempelajari adab terlebih dahulu sebelum menuntut ilmu. Berikut ini adalah adab dalam menuntut ilmu yang perlu diketahui:


1. Niat karena Allah


Hal pertama yang harus dipersiapkan sebelum menuntut ilmu adalah membenarkan niat. Niatkan semua ilmu yang akan kamu pelajari hanya karena Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Bayyinah ayat 5,


وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ


Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.


Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)


2. Selalu berdoa


Dalam menuntut ilmu hendaknya kita selalu berdoa agar diberi kemudahan dalam menyerap ilmu dan mengamalkannya.


Allah Azza wa Jalla berfirman:



وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا


dan katakanlah :”Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. [Thâhâ/20:114]


Adapun doa yang biasa dipanjatkan oleh Rasul dalam menuntut ilmu adalah,


اَللَّهُمَّ انْفًًًًًًََعْنِيْ مَا عَلَّمْتَنِيْ وَعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعُنِيْ وَزِدْنِيْ عِلْماً


Ya Allah, berilah manfaat atas apa yang Engkau ajarkan kepadaku, ajarilah aku hal-hal yang bermanfaat bagiku, dan tambahilah aku ilmu [HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah, dishahihkan al-Albâni]


3. Selalu bersungguh-sungguh


Ketika menuntut ilmu hendaknya kita bersungguh-sungguh dan selalu antusias untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Seolah-olah tidak pernah kenyang dengan ilmu yang didapatkan, hendaknya kita selalu berkeinginan untuk menambah ilmu kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2) orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)


4. Menjauhi maksiat


Untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah, maka jauhkanlah diri dari berbagai macam maksiat. Maksiat akan membuat otak menjadi sulit untuk berkonsentrasi sehingga ilmu sangat sulit dimengerti.



عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »


Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”


5. Selalu rendah hati


Banyak sekali orang berilmu yang justru menjadi sombong hanya karena merasa lebih baik dibandingkan orang lain. Jika ingin mendapatkan ilmu yang baik dan bermanfaat, maka tetaplah menjadi pribadi yang rendah hati.


Imam Mujahid mengatakan,


لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ


“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)

6. Memperhatikan penjelasan

Jika ingin mendapatkan ilmu dengan mudah, maka konsentrasilah ketika guru atau ustadz menjelaskan. Fokuslah untuk menyerap ilmu yang disampaikan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

“… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)


7. Diam menyimak

Salah satu adab dalam menuntut ilmu yang banyak ditinggalkan adalah diam ketika guru atau ustadz menjelaskan. Jangan berbicara atau bahkan mengobrol hal yang sama sekali tidak penting bahkan tidak berhubungan dengan pelajaran yang disampaikan. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam Al A’raf ayat 204,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

8. Menghafal

Setelah berhasil memahami ilmu yang disampaikan, maka hendaknya hafal lah ilmu tersebut agar lebih mudah diingat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).

9. Mengamalkan

Akan percuma setiap ilmu yang didapatkan jika tidak diamalkan. Sudah seharusnya kita mengamalkanilmu yang kita dapatkan agar mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-Thabrani)

10. Mendakwahkan

Tidak ada ilmu yang bermanfaat jika tidak dibagikan kepada orang lain. Maka sebarkanlah ilmu tersebut kepada mereka yang belum mengetahuinya. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).

Itulah 10 adab menuntut ilmu yang perlu diketahui. Semoga setiap ilmu yang kita dapatkan bermanfaat dan menjadi berkah bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Aamiin...

NB: 
Seorag Santri/Murid yang hadir lebih awal daripada Guru/Ustadz/Kyai/Mursyidnya, maka ia adalah mempunyai dual hal tersebut antara Adab dan ilmu sudah menyatu.
Namun sebaliknya jika tidak merasa malu dan berdosa maka kedua hal tersebut tidak ada pada dirinya.


Wallahu A'lam....

M Aulia Hafidz Al-Majied, SE., Lc.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulumul Qur'an • Kaidah Penulisan Hamzah (Kaidah Imla dan Rasm)

Cyber Da'wah Aulia Media (CDAM) Kaidah Penulisan Hamzah (Kaidah Imla dan Rasm) Cara menulis hamzah di awal, di tengah, dan di akhir Berbeda dengan huruf hijaiyah lainnya, hamzah mempunyai kaidah tersediri dalam penulisannya. Hamzah bisa ditulis dalam bentuk alif, ya’, wau, atau mandiri (seperti kepala ain). Di bawah ini akan dijelaskan cara penulisan hamzah dalam kaidah imla’ dan juga rasm utsmani. Penulisan Hamzah 1. Hamzah di awal kata Ketika hamzah berada di awal kata, maka di tulis dalam bentuk alif, baik hamzah qatha maupun hamzah washal. Perbedaanya kalau menulis hamzah qatha harus ada kepala hamzahnya (ء) di atas alif ketika berharakat fathah dan dhammah serta berada di bawah alif ketika berharakat kasrah. Sedangkan menulis hamzah washal berbentuk alif saja tanpa ada kepada hamzah. Contoh hamzah qatha: أَنْعَمْتَ – أُنَاسٌ - إِكْرَامٌ Contoh hamzah washal: اَلْأَنْهَارُ - اِبْنٌ - اُنْصُرْ === Perbedaan hamzah qatha dan hamzah washal === 2. Hamzah di tengah Hamza

Bacaan Do'a Safar Perjalanan Lengkap Arab dan terjemahan

HM. Aulia Hafidz Al Majied, SE,.Lc' Al Khidmah Aulia Al Ziyadah  >Doa Umroh & Haji>Bacaan Doa Safar Perjalanan Lengkap Arab, Latin dan Terjemahan Bacaan Doa Safar Perjalanan Lengkap Arab, Latin dan Terjemahan Safar (perjalanan jauh) adalah suatu hal yang menyulitkan. Namun di saat sulit semacam itu, Allah memberikan kita kesempatan untuk banyak berdo’a dan di situlah waktu mustajab, mudah dikabulkan do’a Bacaan Doa Safar Perjalanan Lengkap Arab, Latin dan Terjemahan Post category:Doa Umroh & Haji / Kumpulan Doa Islam Post comments:0 Comments Melakukan safar adalah salah satu fitrah sebagai umat manusia, terutama karena untuk niat ibadah. Sebagai umat muslim, dianjurkan untuk memanjatkan doa ketika akan melakukan aktifitas. Demikian juga kita dianjurkan untuk memanjatkan bacaan doa safar saat melakukan perjalanan atau bepergian jauh seperti umroh dan haji. Pengertian Safar Dalam bahasa Arab, safar berarti menempuh perjalanan. Adapun secara syariat safar ada

Dzikir Selama Bulan Rajab

Beberapa amalan yang sudah memasyarakat ketika masuk bulan rajab salah satu cara yang dianjurkan oleh islam dalam hal ini adalah dengan melakukan wirid dzikir dan doa. mohon maaf bagi sahabat yang masih awam mengenai hal ini, berikut di bawah ini kami sajikan bacaannya dengan tulisan arab dan latin. Doa bulan rajab menyambut datangnya bulan sya'ban dan ramadhan اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ ALLAAHUMMA BAARIK LANAA FII RAJABA WA SYA'BAANAA WA BALLIGHNAA RAMADHANAA Artinya : Ya Allah berkahilah kami pada bulan rajab dan sya'ban dan sampaikan kami kepada ramadhan.  Wirid dan dzikir  Amalan Mulai Tanggal 1 sampai 10 Rajab   سُبْحَانَ اللهُ حَيُّ الْقَيُّوْمُ  SUBHAANALLOOHU HAYYUL QOYYUUMU (Dibaca 100 kali) سُبْحَانَ اللهِ اَحَدِ الصَّمَدْ  SUBHAANALLOOHII AHADISH-SHOMAD (Dibaca 100 kali)  سُبْحَانَ اللهُ الرَّؤُوْفُ  SUBHAANALLOOHUU ROUUFU (Dibaca 100 kali) Setelah sholat subuh, silakan baca atau amalkan ini sebanyak 70 ka