Langsung ke konten utama

Manfaat Membaca Surat Al Mulk

BENARKAH SURAT AL MULK MENYELAMATKAN DARI SIKSA KUBUR?
Surat al Mulk adalah termasuk surat agung dalam Alquran, ada riwayat menyuruh kita untuk selalu membacanya. Sebuah atsar juga menjelaskan, bahwa Surat al Mulk akan menjaga orang yang menghafalnya dari siksa kubur.

Abu Dawud (1400) dan Tirmidzi (2891) meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ bersabda:

( إِنَّ سُورَةً مِنْ الْقُرْآنِ ثَلَاثُونَ آيَةً شَفَعَتْ لِرَجُلٍ حَتَّى غُفِرَ لَهُ وَهِيَ سُورَةُ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ ) وحسنه الألباني في صحيح الترمذي .

“Sungguh sebuah surat dalam Alquran yang jumlah ayatnya 30 ayat, (diizinkan) untuk memberi syafaat kepada seseorang sampai ia diampuni. Surat tersbut adalah Surat Tabarak”.

Al Manawi rahimahullah berkata:

“Bahwa beliau selalu membacanya, dan surat tersebut senantiasa memohonkan ampun kepada Allah sampai Dia mengampuninya. Ini adalah perintah bagi setiap orang agar selalu membacanya, agar mendapatkan syafaatnya”. [Mukhtashar Faidhul Qadir: 2/574]

Syeikh Abdul Muhsin al ‘Ibad hafidzahullah berkata:

“Hadis ini menunjukkan keutamaannya, dan ia (diizinkan) untuk memberikan syafaat kepada orang yang membacanya pada Hari Kiamat”. [Syarh Sunan Abu Daud: 8/7 sesuai dengan Maktabah Syamilah]

Keutamaan bahwa surat ini (diizinkan) memberi syafaat kepada yang membacanya tidak berkaitan dengan waktu siang atau malam. Namun makna yang jelas adalah ketika yang membacanya menaruh perhatian khusus pada surat ini, memelihara hukum-hukumnya, menghafal, memahami, membacanya di dalam shalatnya.

Adapun yang diriwayatkan oleh an Nasa’i dalam “Sunan Kubra” 10547, dan dalam “Amanl Yaum wal Lailah” 711, dan Abu Thahir al Mukhlis dalam “Al Mukhlashiyat” 228, dari jalur ‘Irfijah bin Abdul Wahid, dari ‘Ashim bin Abi Nujud, dari Zirr, dari ‘Abdullah bin Mas’ud berkata:

من قَرَأَ ( تبَارك الَّذِي بِيَدِهِ الْملك ) كل لَيْلَة مَنعه الله بهَا من عَذَاب الْقَبْر ، وَكُنَّا فِي عهد رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم نسميها الْمَانِعَة ، وَإِنَّهَا فِي كتاب الله سُورَة من قَرَأَ بهَا فِي كل لَيْلَة فقد أَكثر وأطاب ) .

“Barang siapa yang membaca Surat Tabarak setiap malam, Allah akan melindunginya dari siksa kubur. Dan kami pada masa Rasulullah ﷺ menamakannya “Surat Pelindung/Penghalang”. Dan ia adalah termasuk surat dalam Alquran yang bagi siapa saja yang membacanya setiap malam, maka ia melakukan amalan baik dan banyak”.

Sanadnya LUNAK/LEMAH, ‘Irfijah bin Abdul Wahid terhalang, yang lain tidak mempercayainya, al Hafidz berkata dalam “at Taqriib” 389: “bisa diterima, yaitu; ketika diurutkan. Dan jika tidak, maka sanadnya lemah”.

‘Irfijah dalam periwayatannya tidak mengikutinya dengan sempurna, tetapi ia tidak disepakati oleh rawi yang lebih kuat, yaitu; Sufyan ats Tsauri.

Maka Hakim 3839 meriwayatkan dari jalur Ibnu Mubarak dan Thabrani dalam “al Kabiir” dari jalur Abdur Razzaq 8651, keduanya dari Sufyan, dari ‘Ashim, dari Zirr, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

( يؤتى الرجل في قبره فتؤتى رجلاه فتقول رجلاه : ليس لكم على ما قبلي سبيل كان يقرأ بي سورة الملك ، ثم يؤتى من قبل صدره أو قال بطنه فيقول : ليس لكم على ما قبلي سبيل كان يقرأ بي سورة الملك ، ثم يؤتى رأسه فيقول ليس لكم على ما قبلي سبيل كان يقرأ بي سورة الملك . قال : فهي المانعة تمنع من عذاب القبر ، وهي في التوراة سورة الملك ، من قرأها في ليلة فقد أكثر وأطنب ) .

“Ketika seseorang di dalam kuburnya didatangkan azab, maka kedua kakinya berkata: Kalian tidak bisa menjangkaunya, karena ia dahulu membaca Surat al Mulk. Lalu didatangkan dadanya atau perutnya, berkata: Kalian tidak bisa menjangkaunya, karena ia dahulu membaca Surat al Mulk. Lalu didatangkan kepalanya, dan berkata: Kalian tidak bisa menjangkaunya, karena ia dahulu membaca Surat al Mulk. Ia berkata: Maka ia (Surat al Mulk), adalah pelindung/penjaga, dan di dalam Taurat juga Surat al Mulk. Barang siapa yang membacanya pada malam hari, maka ia telah melakukan banyak hal dan panjang”.

Inilah yang benar dan yang dihafal. Maka perkataan beliau (Ibnu Mas’ud):

” من قَرَأَها كل لَيْلَة مَنعه الله بهَا من عَذَاب الْقَبْر “


“Barang siapa yang membacanya setiap malam, maka Allah akan menjaganya dari siksa kubur"


Faedah Surat Al Mulk, Keutamaan Takut pada Allah Di Kala Sepi


Berikut kita akan melanjutkan beberapa faedah lagi dari surat Al Mulk. Semoga kita bisa lebih memahami tersebut dan mengamalkan kandungan di dalamnya.


Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (12) وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (13) أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14) هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (15)

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya di saat mereka tidak tampak di hadapan yang lainnya, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 12-15)

Keutamaan Taat dan Takut pada Allah Di Kesunyian

Setelah sebelumnya Allah menyebutkan keadaan orang-orang fajir (kafir), selanjutnya Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbuat baik dan akan menuai kebahagiaan.

Dalam surat Al Mulk ayat 12, penulis Tafsir Al Jalalain menjelaskan, “Mereka itu takut pada Allah di kesunyian ketika mereka tidak nampak di hadapan manusia lainnya. Mereka pun taat pada Allah dalam keadaan sembunyi-sembunyi. Tentu saja dalam keadaan terang-terangan, mereka pun lebih taat lagi pada Allah.[1]”

Intinya mereka itu taat pada Allah meskipun di kesunyian. Syaikh As Sa’di menjelaskan, “Mereka takut pada Allah dalam setiap keadaan sampai-sampai pada keadaan yang tidak ada yang mengetahui amalan mereka kecuali Allah. Mereka tidak melakukan maksiat dalam kesunyian. Mereka pun tidak mengurangi ketaatan mereka ketika itu.”[2]

Namun kita mungkin sangat jauh dari sifat baik semacam ini. Di kala sepi kita berani berbuat maksiat, padahal Allah menyaksikan kita dan di kala terang-terangan kita pun berani mendurhakai Allah dengan riya’ tatkala melakukan amalan. Semoga Allah menunjuki kita pada sifat yang mulia ini.

Ingatlah keutamaan yang mulia yang diperoleh oleh orang yang beramal dan takut pada Allah di kala sepi, yaitu:

Akan mendapatkan ampunan dari setiap dosa, begitu pula akan dilindungi dari kejelekan dan siksa neraka.
Mereka akan mendapatkan ganjaran besar yaitu berbagai kenikmatan yang Allah janjikan di surga.
Keutamaan Ihsan dalam Ibadah

Untuk ayat,

إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ

terdapat penafsiran lainnya dari para ulama. Intinya, ada empat penafsiran mengenai ayat ini:

“Mereka takut pada Allah, namun mereka tidak melihat-Nya”. Inilah pendapat mayoritas ulama.
“Mereka sangat takut akan siksa Allah walaupun mereka tidak melihat-Nya”. Inilah pendapat Maqotil.
“Mereka takut pada Allah ketika tidak ada satu pun yang menyaksikan mereka”. Inilah pendapat Az Zujaj.
“Mereka takut pada Allah jika mereka bersendirian (tidak tampak di hadapan manusia) sebagaimana mereka takut jika mereka berada di hadapan manusia”. Inilah pendapat Abu Sulaiman Ad Dimasyqi.[3]
Tafsiran ketiga telah dijelaskan pada point sebelumnya. Tafsiran ketiga ini hampir sama dengan tafsiran keempat.

Sedangkan tafsiran pertama dan kedua hampir sama. Untuk tafsiran pertama inilah yang kita sering lihat pada terjemahan Al Qur’an (termasuk terjemahan DEPAG RI) sebagaimana pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Sehingga biasanya ayat tersebut diartikan:

إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka.” (QS. Al Mulk: 12)

Berdasarkan tafsiran menunjukkan keutamaan dari orang yang berbuat ihsan. Mereka akan mendapatkan dua keutamaan yang disebutkan dalam lanjutan ayat,

لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

“Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Mulk: 12)

Lalu apa yang dimaksud ihsan? Pengertian ihsan dalam ibadah sebagaimana ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits jibril. Ketika ditanya oleh Jibril –yang berpenampilan Arab Badui- mengenai ihsan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu”.[4][5]

Dalam pengertian ihsan ini terdapat dua tingkatan. Tingkatan pertama disebut tingkatan musyahadah yaitu seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini adalah bukan melihat zat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat Ihsan.

Tingkatan kedua disebut dengan tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin Allah melihatnya. Dan tingkatan inilah yang banyak dilakukan oleh banyak orang. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya.[6]

Keutamaan Beriman pada yang Ghoib

Berdasarkan salah satu penafsiran surat Al Mulk ayat 12, ayat ini menunjukkan keutamaan beriman pada yang ghoib dan keutamaan meyakini adanya kedekatan Allah ketika sendirian atau pun terang-terangan.[7]

Khouf (Takut) yang Membuat Seseorang Menjauh dari Maksiat

Dari ayat ini juga menunjukkan bahwa dengan rasa khouf (takut) membuat seseorang menjauh dari maksiat. Sehingga ketika seseorang mau terjerumus dalam maksiat hendaklah ia memperkuat rasa takut pada Allah. Jangan malah ketika mau terjerumus dalam maksiat ia kedepankan roja’ (harap) pada Allah. Ketika berbuat maksiat malah ia ingat-ingat bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Ini sikap yang keliru, malah ia akan terus menerus dalam dosa. Yang benar, ketika seseorang dalam keadaan mau terjerumus dalam maksiat, hendaklah ia kedepankan rasa khouf (takut) pada Allah. Namun ketika ia dalam kondisi sudah terjerumus dalam berbagai maksiat, maka hendaklah ia kedepankan rasa roja’ (harap) ketika itu.

Tujuannya apa? Tujuannya, jika seseorang mengedapankan rasa takut pada Allah ketika hendak berbuat maksiat, maka ia pasti akan mengurungkan berbuat maksiat. Sedangkan mengedepankan rasa harap ketika bergelimang dosa akan membuatnya tidak berputus asa dari rahmat Allah. Perhatikanlah perbedaan dua hal ini.

Rasa Takut pada Allah Membuat Seseorang Mendapat Naungan-Nya

Keutamaan orang yang takut pada Allah di kesunyian juga disebutkan dalam sebuah hadits muttafaqun ‘alaih (disepakati Bukhari dan Muslim),

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِى ظِلِّهِ ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ اللَّهِ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِى خَلاَءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسْجِدِ ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ . وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا ، حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ

“Tujuh golongan yang di mana mereka akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya, yaitu: [1] pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah pada Allah, [3] seseorang yang mengingat Allah di kesunyian lalu meneteslah air matanya, [4] seseorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid, [5] seseorang yang saling mencintai karena Allah, [6] seseorang yang diajak oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan untuk menyetubuhinya namun ia katakan, “Aku takut pada Allah, [7] seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kanannya.”[8] Lihatlah orang yang mengingat Allah di kesunyian (tanpa ada yang melihatnya kecuali Allah) lalu ia meneteskan air mata dan orang yang diajak berzina namun ia takut pada Allah. Inilah keutamaan dari orang yang beribadah dan takut pada Allah sedangkan manusia-manusia tidak mengetahuinya, mereka akan mendapatkan naungan ‘Arsy[9] Allah.[10]

Luasnya Ilmu Allah

Segala sesuatu itu sama di sisi Allah baik yang dilirihkan maupun yang dikeraskan. Tidak ada yang samar sedikit pun baginya. Allahh Ta’ala berfirman,

وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al Mulk: 13)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada dalam hati berupa berbagai niat dan keinginan. Bagaimanakah lagi dengan perkataan dan perbuatan yang Allah dengar dan lihat?!

Inilah dalil logika yang menunjukkan keluasan ilmu Allah.[11] Kemudian Allah membuktikan hal ini dengan mengatakan,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14)

“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al Mulk: 14). Maksud ayat ini adalah: “Apakah mereka tidak mengetahui Allah yang Maha Lathif dan Khobir?”[12]

Allah Itu Lathif dan Khobir

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

أَنَّهُ لَطِيفٌ يُدْرِكُ الدَّقِيقَ خَبِيرٌ يُدْرِكُ الْخَفِيَّ وَهَذَا هُوَ الْمُقْتَضِي لِلْعِلْمِ بِالْأَشْيَاءِ

“Allah itu Lathif, maksudnya mengetahui segala sesuatu secara detail. Dan Khobir, maksudnya mengetahui segala yang tersembunyi (samar). Hal ini menunjukkan luasnya ilmu Allah terhadap segala sesuatu.”[13]

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah mengatakan makna Al Lathif itu ada 2:

Allah mengetahui segala sesuatu secara detail.
Allah selalu berbuat baik, penyayang terhadap hamba-hambaNya.[14]
Allah Menundukkan Bumi dan Beri Kemudahan untuk Dijelajahi

Allah Ta’ala selanjutnya berfirman,

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.” (QS. Al Mulk: 15).

“Manakibiha” dalam ayat di atas ada tiga tafsiran, yaitu:

Jalan, sehingga maknanya, “Maka berjalanlah di segala jalan.” Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas dan Mujahid.
Gunung, sehingga maknanya, “Maka berjalanlah di setiap gunung.” Jika gunung saja mampu ditempuh, maka lebih-lebih daerah yang rendah di bawahnya. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas lainnya, pendapat Qotadah dan Az Zujaj.
Penjuru, sehingga maknanya, “Maka berjalanlah di setiap penjuru bumi.” Ini adalah pendapat Maqotil, Al Farro’, Abu ‘Ubaidah, dan Ibnu Qutaibah.[15] Makna inilah yang dipakai oleh terjemahan DEPAG RI.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan ayat di atas, “Sesungguhnya Allah yang menundukkan bumi bagi kalian agar kalian bisa memenuhi berbagai kebutuhan (hajat) kalian.”[16] Ini menunjukkan nikmat Allah dengan memberikan segala kemudahan bagi setiap manusia. Maka Allah-lah yang pantas dipuji dan disanjung.

Tawakkal Bukan Berarti Meninggalkan Kerja dan Usaha

Dalam surat Al Mulk ayat 15 di atas juga menunjukkan disyariatkannya berjalan di muka bumi untuk mencari rizki dengan berdagang, bertani, dsb.[17]

Ini menunjukkan bahwa tawakkal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha.

Sahl At Tusturi mengatakan, ”Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah) maka dia telah meninggalkan keimanan.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam). Silakan lihat pembahasan selengkapnya di sini.

Hanya Kepada Allah-lah Tempat Kembali

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 15)

Ibnul Jauzi menafsirkan, “Kalian akan dibangkitkan dari kubur-kubur kalian.”[18] Hal ini menunjukkan adanya hari berbangkit dan hari pembalasan[19].

Demikian beberapa faedah tafsir surat Al Mulk untuk saat ini. Semoga kita selalu dimudahkan oleh Allah untuk mentadabburi (merenungkan) kitab-Nya yang mulia.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Faedah ilmu tafsir al Qur’an, 14 Shofar 1431 H di Panggang-Gunung Kidul


[1] Tafsir Al Jalalain, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Muhalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi, hal. 562, Maktabah Ash Shofaa, cetakan pertama, 1425 H.

[2] Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 876, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1423 H.

[3] Lihat Zaadul Masiir fii ‘Ilmi At Tafsir, Ibnul Jauzi, 5/356, surat Al Anbiya ayat 48, Al Maktab Al Islami.

[4] HR. Bukhari no. 50, dari Abu Hurairah dan Muslim no. 8, dari ‘Umar bin Al Khattab.

[5] Lihat penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, Tafsir Juz Tabaarok, hal. 28, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

[6] Lihat penjelasan Syarhul ‘Arbain An Nawawiyyah, Syaikh Sholih Alu Syaikh, pada hadits kedua.

[7] Aysarut Tafaasir, Abu Bakr Jabir Al Jazairi, hal. 1390, Maktabah Adhwail Manar, cetakan pertama, 1419 H.

[8] HR. Bukhari no. 6806 dan Muslim no. 1031, dari Abu Hurairah.

[9] Maksud naungan di sini adalah naungan ‘Arsy Allah sebagaimana dijelaskan dengan hadits lainnya. Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/121, Darul Ihya’ At Turots.

[10] Lihat Tafsir Juz Tabaarok, hal. 28.

[11] Idem

[12] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 14/74, Muassasah Qurthubah.

[13] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 16/60, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.

[14] Tafsir Juz Tabaarok, hal. 26. Lihat pula keterangan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman, hal. 876-877.

[15] Lihat Zaadul Masiir, 8/321, surat Al Mulk ayat 15.

[16] Taisir Karimir Rahman, hal. 877.

[17] Lihat Aysarut Tafasir, hal. 1390.

[18] Zaadul Masiir, 8/322, surat Al Mulk ayat 15.

[19] Lihat Aysarut Tafasir, hal. 1390.


Wallahu A'lam...

Penulis: 
Muhammad Aulia Hafidz Al-Majied, Lc.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulumul Qur'an • Kaidah Penulisan Hamzah (Kaidah Imla dan Rasm)

Cyber Da'wah Aulia Media (CDAM) Kaidah Penulisan Hamzah (Kaidah Imla dan Rasm) Cara menulis hamzah di awal, di tengah, dan di akhir Berbeda dengan huruf hijaiyah lainnya, hamzah mempunyai kaidah tersediri dalam penulisannya. Hamzah bisa ditulis dalam bentuk alif, ya’, wau, atau mandiri (seperti kepala ain). Di bawah ini akan dijelaskan cara penulisan hamzah dalam kaidah imla’ dan juga rasm utsmani. Penulisan Hamzah 1. Hamzah di awal kata Ketika hamzah berada di awal kata, maka di tulis dalam bentuk alif, baik hamzah qatha maupun hamzah washal. Perbedaanya kalau menulis hamzah qatha harus ada kepala hamzahnya (ء) di atas alif ketika berharakat fathah dan dhammah serta berada di bawah alif ketika berharakat kasrah. Sedangkan menulis hamzah washal berbentuk alif saja tanpa ada kepada hamzah. Contoh hamzah qatha: أَنْعَمْتَ – أُنَاسٌ - إِكْرَامٌ Contoh hamzah washal: اَلْأَنْهَارُ - اِبْنٌ - اُنْصُرْ === Perbedaan hamzah qatha dan hamzah washal === 2. Hamzah di tengah Hamza

Bacaan Do'a Safar Perjalanan Lengkap Arab dan terjemahan

HM. Aulia Hafidz Al Majied, SE,.Lc' Al Khidmah Aulia Al Ziyadah  >Doa Umroh & Haji>Bacaan Doa Safar Perjalanan Lengkap Arab, Latin dan Terjemahan Bacaan Doa Safar Perjalanan Lengkap Arab, Latin dan Terjemahan Safar (perjalanan jauh) adalah suatu hal yang menyulitkan. Namun di saat sulit semacam itu, Allah memberikan kita kesempatan untuk banyak berdo’a dan di situlah waktu mustajab, mudah dikabulkan do’a Bacaan Doa Safar Perjalanan Lengkap Arab, Latin dan Terjemahan Post category:Doa Umroh & Haji / Kumpulan Doa Islam Post comments:0 Comments Melakukan safar adalah salah satu fitrah sebagai umat manusia, terutama karena untuk niat ibadah. Sebagai umat muslim, dianjurkan untuk memanjatkan doa ketika akan melakukan aktifitas. Demikian juga kita dianjurkan untuk memanjatkan bacaan doa safar saat melakukan perjalanan atau bepergian jauh seperti umroh dan haji. Pengertian Safar Dalam bahasa Arab, safar berarti menempuh perjalanan. Adapun secara syariat safar ada

Dzikir Selama Bulan Rajab

Beberapa amalan yang sudah memasyarakat ketika masuk bulan rajab salah satu cara yang dianjurkan oleh islam dalam hal ini adalah dengan melakukan wirid dzikir dan doa. mohon maaf bagi sahabat yang masih awam mengenai hal ini, berikut di bawah ini kami sajikan bacaannya dengan tulisan arab dan latin. Doa bulan rajab menyambut datangnya bulan sya'ban dan ramadhan اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ ALLAAHUMMA BAARIK LANAA FII RAJABA WA SYA'BAANAA WA BALLIGHNAA RAMADHANAA Artinya : Ya Allah berkahilah kami pada bulan rajab dan sya'ban dan sampaikan kami kepada ramadhan.  Wirid dan dzikir  Amalan Mulai Tanggal 1 sampai 10 Rajab   سُبْحَانَ اللهُ حَيُّ الْقَيُّوْمُ  SUBHAANALLOOHU HAYYUL QOYYUUMU (Dibaca 100 kali) سُبْحَانَ اللهِ اَحَدِ الصَّمَدْ  SUBHAANALLOOHII AHADISH-SHOMAD (Dibaca 100 kali)  سُبْحَانَ اللهُ الرَّؤُوْفُ  SUBHAANALLOOHUU ROUUFU (Dibaca 100 kali) Setelah sholat subuh, silakan baca atau amalkan ini sebanyak 70 ka